Sebagai puncak dari Kelas Akting Titimangsa, Yayasan Titimangsa kembali mempersembahkan Resital Kelas Akting Titimangsa 2025, angkatan keenam dari program pelatihan akting reguler yang telah berjalan konsisten sejak 2018.
Kelas Akting Titimangsa diampu oleh Iswadi Pratama, yang merupakan sastrawan dan seniman teater, yang sebelumnya telah mendirikan Teater Satu Lampung sejak tahun 1996.

Acara resital digelar pada Minggu, 23 November 2025, di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki (TIM), dengan menghadirkan empat lakon klasik Dunia yang dipentaskan dalam satu rangkaian, dihadiri oleh 25 peserta telah melalui proses intensif menggunakan metode Mixed Methods Acting, sebuah metode yang dikembangkan dari prosedur kerja pemeranan yang diterapkan oleh Lee Strasberg, Stella Adler, Meisner, dan Stanislavski, melalui prinsip-prinsip meditasi, yoga, dan bela diri.
Metode ini membimbing Aktor untuk mampu menciptakan kehidupan lahir batin dari karakter yang mereka perankan, serta meraih kembali otentisitas dari individu.
Demikian disampaikan oleh dua pelaku seni terbaik Negeri ini, Happy Salma, Founder Yayasan Titimangsa dan Reza Rahardian.

Pesona dari kelas yang telah berlangsung selama kurang lebih tiga bulan, diikuti oleh peserta dengan rentang usia yang luas, mulai dari 15 hingga 58 tahun. Variasi usia ini menjadi salah satu kekhasan program dan mempengaruhi pemilihan naskah yang dijadikan bahan studi pemeranan.
Selain perbedaan usia, tutur Happy Salma, peserta juga memiliki latar belakang pengalaman beragam: ada yang sudah beberapa kali mengikuti kelas, memiliki pengalaman pentas, bermain di film pendek layar lebar, dan ada yang benar-benar baru bersentuhan Dunia seni. Mereka berdatangan dari ragam profesi yang tertarik di seni peran.

Keberagaman ini menghadirkan tantangan unik bagi pengampu kelas dalam merancang materi, agar peserta baru tidak merasa jauh atau asing, sementara peserta berpengalaman tetap dapat menemukan hal-hal baru yang menambah wawasan mereka.
Iswadi Pratama mengatakan, peserta sesudah kelas pasti butuh wadah atau arena untuk melanjutkan pelajaran yang telah mereka dapatkan selama kelas.

“Artinya mereka sebenarnya memiliki kesiapan untuk ditampung oleh kelompok-kelompok teater yang ada di Jakarta. Kehadiran mereka dapat menambah sumber daya manusia, terutama di bidang keaktoran,” katanya.
Ia menambahkan, umumnya setelah kelas berakhir, peserta cenderung ingin membentuk kelompok-kelompok kecil untuk melanjutkan studi mereka. Hal ini pada akhirnya memperbanyak komunitas teater, sehingga sebarannya menjadi lebih luas dan berpengaruh terhadap ekosistem teater secara keseluruhan.
Selain itu, Iswadi Pratama juga menyoroti bahwa menurutnya kehadiran peserta kelas turut mempengaruhi bertambahnya jumlah penonton teater.
“Mereka ini memiliki kebutuhan untuk tahu lebih jauh, lebih dalam tentang pertunjukan teater. Artinya, dari situ jumlah penonton bertambah. Kemudian ketika mereka menjalani studi peran, film menjadi satu-satunya media yang bisa diakses secara cepat dan bisa setiap saat. Itu artinya, penonton film juga ikut bertambah,” tuturnya.
Kehadiran Peserta, Meningkatkan Jumlah penonton Teater
Tahun ini, resital juga menjadi bagian dari perayaan 20 tahun perjalanan karier Reza Rahadian di Dunia seni peran dan film. Dalam semangat membuka akses yang lebih luas bagi talenta baru, Reza Rahardian, yang tercatat memberi santunan beasiswa bagi sejumlah peserta, bersama Titimangsa menghadirkan program beasiswa penuh bagi sebagian peserta terpilih. Mereka kini turut tampil dalam empat produksi bersama dengan para peserta reguler lainnya. Hal ini menegaskan komitmen bersama dalam memperkuat fondasi regenerasi seni peran di Indonesia.
Resital Kelas Akting Titimangsa 2025 menghadirkan empat pertunjukan yang semuanya bersifat absurd, namun dengan ciri absurd yang berbeda, yaitu :
- Pesta para Penipu (Le Bal des Voleurs), karya Jean
Anouilh, saduran Rachman Sabur - Pinangan (The Proposal), karya Anton P. Chekhov,
saduran Jim Lim & Suyatna Anirun - Pencuri Berbudi Luhur (The Virtuous Burglar), karya
Dario Fo, terjemahan Dian Ardiansyah - Pemberontak (Les Justes), karya Albert Camus,
terjemahan Iswadi Pratama
Direktur Titimangsa, Pradetya Novitri mengatakan, kelas akting ini tidak hanya mengajarkan teknik panggung, tetapi juga selalu mengajarkan pelajaran kehidupan di luar panggung. Selain itu, kelas tahun ini terasa istimewa karena pelaksana dan panitia adalah para alumni Kelas Titimangsa terdahulu.
“Mereka dengan sukarela memberikan waktu di akhir minggu untuk membersamai para peserta kelas. Terima kasih sudah merencanakan dan menjalankan program kelas ini dengan sangat baik. Dan tentunya, saya berterima kasih kepada setiap peserta kelas yang sudah mempercayakan Titimangsa sebagai rumah untuk berproses dan bertumbuh menjadi seniman,” ujarnya.
[]Andriza Hamzah
Photo : Dok. Yayasan Titimangsa/EPR

