Bulan Juni, bagi para anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni) diapresiasi sebagai bulan Kesadaran Migrain dan Sakit Kepala. Kali ini, didukung oleh Pfizer Indonesia, Perdosni mengadakan rangkaian kegiatan sesi edukatif yang berlangsung pada 13 Juni – 3 Juli 2024. Acara ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat agar mampu mengatasi penyakit migrain secara serius.
Migrain merupakan kondisi neurologis yang kompleks dan kelainan paling umum ketiga di Dunia, dengan perkiraan prevalensi global sebesar 14,7%. Migrain merupakan bagian dari nyeri primer yang berkaitan dengan gangguan fungsional yang substansial, penurunan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan, dan penyakit penyerta psikososial.
Sangat perlu dicermati, akibat yang ditimbulkan adalah menyebabkan ketidakmampuan bekerja, sehingga hal ini dapat merupakan masalah yang signifikan bagi penderitanya.
Pada acara webinar dengan MC Pratiwi Astar, berlangsung pada 19 Juni 2024, dr. RA. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.N. Subs. NN(K), dalam paparannya tentang “Mitos dan Fakta tentang Migrain”, menerangkan beberapa mitos terkait migrain, di antaranya :
● Mitos bahwa “Migrain hanyalah sakit kepala yang berat” adalah salah. Faktanya, Migrain merupakan penyakit neurologi dan menyerang seseorang pada masa puncak kehidupannya, antara usia 30 dan 49 tahun. Migrain dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat yang bisa digambarkan sebagai berdenyut atau berdebar, seringkali menyerang dengan gejala terkait sensitivitas terhadap cahaya atau rasa mual.
● Mitos bahwa “semua migrain itu sama” adalah salah. Faktanya, setiap orang dapat mengalami spektrum pengalaman migrain yang berbeda. Satu orang mungkin dapat tetap menjalankan aktivitasnya selama terkena serangan, meski tidak dalam kapasitas penuh, sementara penderita lain mendapati bahwa migrain melumpuhkan. Migrain bersifat sedang hingga parah, dan seseorang dapat mengalami migrain parah tanpa mengalami muntah dan sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
● Mitos bahwa “obat pereda nyeri yang dijual bebas dapat meredakan migrain” adalah salah. Faktanya, obat-obatan tersebut hanya membantu sampai taraf tertentu, dan tidak mengatasi gejala migrain berat atau migrain yang menyerang satu hingga dua kali per minggu. Pola penggunaan obat yang berlebihan dapat membuat migrain semakin parah.
Lebih lanjut dr. RA Dwi Pujiastuti mengingatkan, “Pekerja yang terserang migrain sangat berdampak pada produktivitas kerjanya, oleh sebab itu diagnosis dini migrain menjadi sangat penting agar perawatan yang tepat dapat diberikan untuk membantu menghentikan gejala migrain, dan sekaligus mencegah serangan migrain di kemudian hari.”
Andriza Hamzah
Photo : Dok. Emerson Asia Pacific